Hukum Keluarga di Saudi Arabia ( Bag.2 )

- 18 Juli 2023, 12:54 WIB
Ilustrasi Pasangan pernikahan Artis
Ilustrasi Pasangan pernikahan Artis /Instagram @teukuryantr

 

KABAR SINGAPARNA - Secara umum, hukum kewarisan Islam pada dasarnya tetap berlaku di hampir atau bahkan di seluruh dunia Islam. Baik dunia Islam yang mengatur hukum kewarisannya dalam bentuk undang-undang, maupun yang belum mengatur hukum kewarisannya dalam bentuk undang- undang. Negara Islam atau Negara berpenduduk muslim yang telah mengundangkan hukum kewarisan Islam itu, ada yang menggabungkan hukum kewarisannya dengan undang

undang perkawinan, dan adapula yang memisahkannya dalam bentuk peraturan perundang -undangan tersendiri. Saudi Arabia termasuk ke dalam Negara yang tidak menjadikan hukum kewarisannya ke dalam undang-undang akan tetapi mereka mengatasi masalah waris mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Mengenai warisan orang-orang beragama lain, di kalangan Saudi Arabia tidak memperbolehkan bagi para penganut agama-agama non-Islam tidak boleh mewarisi satu sama lain. Dengan demikian, seorang Yahudi tidak bisa mewarisi orang Nasrani, dan sebaliknya. Demikian pula halnya dengan pemeluk-pemeluk agama lainnya satu sama lain. Adapun mengenai tentang mendahulukan penyelenggaraan pemakaman atas hak yang berkaitan dengan Tirkah, seperti barang yang digadaikan pemiliknya sebelum dia meninggal dunia. Di Saudi Arabia penyelenggaraan pemakaman didahulukan atas seluruh hak dan utang-utang, sekalipun dalam bentuk gadaian ganti rugi pidana.

Baca Juga: Hukum Keluarga di Saudi Arabia ( Bag .1 )

Penerapan Hukum Keluarga Saudi Arabia
Penggunaan Al-Quran dan sunnah sebagai hukum yang dipakai untuk mengatur hukum keluarga oleh Saudi Arabia menyebabkan para hakim, ulama dan mufti harus lebih banyak mengeluarkan ijtihadnya dikarenakan umumnya sumber hukum yang mereka miliki. Tidak jarang para ulama tersebut mengalami perbedaan pendapat mengenai masalah yang sama. Hal ini membuat pihak PBB menyarankan kepada Saudi Arabia untuk merevisi hukum keluarga yang dipakai oleh Negara tersebut.di samping perbedaan pendapat yang acap kali terjadi oleh para ulama yang ada di Saudi Arabia, PPB juga menilai hukum keluarga yang dipakai Saudi Arabia saat ini membuka kemungkinan terjadinya diskriminasi khususnya terhadap perempuan. Sehingga PBB merasa perlu untuk menyarankan adanya revisi terhadap hukum keluarga di Negara ini. Adapun aplikasi hukum keluarga di masyarakat Saudi Arabia sendiri banyak menghadapi masalah-masalah yang perlu diperhatikan karena dianggap melanggar nilai-nilai sosial oleh sebagian masyarakat dunia. Seperti praktek nikah di bawah umur dan nikah misyar. Namun hal tersebut dianggap boleh oleh pemerintah Saudi Arabia karena tidak dilarang oleh sumber hukum mereka. Dengan demikian, pemerintah kerajaan Saudi Arabia perlu membuat suatu peraturan (UU) untuk menangani permasalahan tersebut.

Nikah Di bawah Umur
Menteri Kehakiman Saudi Arabia Mohamed Al-Issa mengatakan, pemerintah akan membuat regulasi tentang perkawinan di bawah umur setelah kasus perkawinan seorang pria berusia 47 tahun dengan seorang anak perempuan berusia 8 tahun. Kasus ini sempat ramai di pengadilan Saudi, bahkan sampai ke tingkat pengadilan banding. Namun hakim yang menangani perkara, hakim Syaikh Habib al-Habib, lagi-lagi menolak membatalkan pernikahan tersebut, meski mempelai perempuan masih di bawah umur. Hakim al- Habib beralasan, begitu seorang anak perempuan sudah mengalami pubertas (menstruasi) dia bisa memutuskan sendiri apakah akan melanjutkan pernikahan atau akan mengurus proses perceraian. Dalam putusannya, hakim memerintahkan pengantin pria untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum mempelai perempuan memberikan keputusan. Seorang kerabat dari pihak ibu mempelai perempuan mengungkapkan, sang ibu ingin tetap melanjutkan kasus ini ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi.

Meski perkawinan di bawah umur di Saudi merupakan hal yang lumrah, kasus yang mencuat sejak bulan Desember 2008 ini mengundang perhatian media lokal dan internasional, karena hakim menolak membatalkan pernikahan di bawah umur itu. Menurut kuasa hukum keluarga perempuan, Abdullah Al-Jutaili, hakim menyatakan bahwa ibu mempelai perempuan yang sudah bercerai dari suaminya, bukan wali mempelai yang sah sehingga tidak bisa mengajukan permohonan perceraian puterinya.Isu pernikahan di bawah umur kembali memanas di Saudi setelah Mufti Saudi Syaikh Abdul Aziz Al-Syaikh pada bulan Januari lalu mengatakan bahwa menikahkan anak perempuan yang masih berusia 15 tahun atau kurang tidak melanggar syariah Islam, bahkan menurutnya syariah Islam memberikan keadilan bagi kaum perempuan.

Baca Juga: Hukum Membaca Al - Fatihah

Praktisi hukum di Saudi, Abdul Rahman Al-Lahem mengungkapkan, kasus-kasus pernikahan di bawah umur anak-anak perempuan Saudi dengan lelaki yang jauh lebih tua, biasanya terjadi karena pertimbangan masalah finansial. Sementara itu, Menteri Kehakiman Saudi mengatakan, regulasi tentang usia perkawinan yang akan dibuat bertujuan untuk mengakhiri sikap orang tua atau wali yang sembarangan menikahkan anak perempuannya yang masih di bawah umur. Rencana Menteri Kehakiman didukung oleh Komisi HAM kerajaan Saudi Arabia yang menentang perkawinan anak-anak perempuan dibawah umur. Dengan alasan bahwa, menurut Zuhair al-Harithy juru bicara HRC Saudi, melanggar kesepakatan internasional dimana Saudi Arabia juga ikut menandatanganinya.

Halaman:

Editor: Abub M Basit


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah