Analisis Fatwa MUI Tentang Nikah Mut'ah dan Nikah di Bawah Tangan Perspektif Maslahah

- 5 Juni 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi Nikah/Tangkapan Layar/instagram.com @inspirasinikah
Ilustrasi Nikah/Tangkapan Layar/instagram.com @inspirasinikah /

KABAR SINGAPARNA - Dari segi pengertiannya, nikah mut'ah di Indonesia dapat juga disebut nikah kontrak Nikah kontrak adalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan dengan kontrak (perjanjian) dalam batas waktu tertentu dan ada pemberian mahar (sejumlah uang).

Apabila masa (kontrak) telah usai, maka dengan sendirinya perpisahan (thalaq) terjadi tanpa ada kata "talak atau warisan. Namun demikian, batas waktu nikah kontrak juga dapat diperpanjang masanya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak."

Proses nikah kontrak itu seperti akad nikah pada umumnya. Ada saksi, mahar, penghulu dan ijab qabul. Namun nikah kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan pernikahan yang biasa (daim), yaitu dalam nikah kontrak mempunyai jangka waktu yang ditentukan, misalnya, selama tiga hari, seminggu atau sebulan saja sesuai dengan perjanjiannya dan tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Pernikahan jenis ini ibarat kontrak rumah, namanya kontrak itu tidak selamanya. Apabila ketika akad berlangsung dan tidak tersebut batas waktu nikahnya, maka pernikahan akan berlaku permanen (daim). Maka pernikahan jenis ini tidak ada tujuan yang Jelas, selain hanya untuk bersenang-senang (urusan syahwat) sesaat, tidak untuk tujuan membangun kehidupan keluarga yang harmonis dan selamanya (daim).

Baca Juga: Belum Ada Pemaketan Pasangan, Gerindra Baru Ajukan Atam dan Asep Sopari untuk Z Dua

a.Tinjauan Hadits Nabi tentang Nikah Mut'ah

Pelaksanaan nikah kontrak pada zaman nabi saw ini dipraktekkan sebelum stabilnya Islam, tetapi kemudian diharamkan selamanya. Nikah kontrak diperbolehkan pada masa Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) pada tahun 8 H/630 M. Perlu dicermati bahwa kebolehan nikah kontrak ketika itu tidak untuk semua orang, tapi pada kondisi tertentu yang sangat mendesak , Menurut Yusuf al-Qardhawi, rahasia diperbolehkan nikah kontrak pertama kali pada zaman Nabi saw, karena umat ketika itu berada pada "masa transisi" dari Jahiliah ke dunia Islam.

Di mana pada zaman Jahiliyyah, perzinahan merupakan budaya yang lumrah dan kerap terjadi. Karena ketika itu belum ada aturan dan batasan tentang hukum-hukum pernikahan, sehingga Islam datang yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw dengan memberi aturan pada pernikahan

Memahami hadits di atas, tidak bisa lepas dari kondisi dimana Islam baru saja disyiarkan. Masyarakat Arab Muslim baru sedikit dan berangsur-angsur mulai meninggalkan adat lamanya (jahiliyyah). Rasulullah saw mereformasi secara bertahap dan pelan-pelan adat Jahiliyyah tersebut. Demikian hukum nikah kontrak (mut’ah ), dibolehkan hanya dalam keadaan tertentu dan tidak digunakan untuk semua keadaan.

Hadits tersebut sifatnya kondisional, yakni Rasulullah saw memberikan jawaban kepada para Sahabat yang terjepit dalam sebuah kondisi yang jauh dari istri-istri mereka dan tidak memungkinkan untuk kembali sesaat ke rumah masing-masing. Kondisi semacam itu dapat dikategorikan sebagai keadaan yang darurat الضرورات تبيح المحظورات (keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang).

Halaman:

Editor: Abub M Basit

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah