Mewaspadai Bencana Pernikahan

- 28 Juni 2024, 17:00 WIB
Praktik nikah di MA Almaarif Singosari Malang benar-benar total, berbagai tahapan melibatkan semua unsur sekolah.
Praktik nikah di MA Almaarif Singosari Malang benar-benar total, berbagai tahapan melibatkan semua unsur sekolah. /www.ma-almaarif-sgs.sch.id/

Setiap menemukan ketidaknyamanan, langsung berada dalam tegangan tinggi. Suami dan istri mudah uring-uringan. Komunikasi menjadi semakin macet dan tidak menemukan jalan lapang untuk membuat keterbukaan dan kelancaran pembicaraan.

Seakan-akan semua pembicaraan selalu melahirkan ketegangan, yang berujung kepada meledaknya kemarahan. Suami akan cenderung melampiaskan dengan tindakan meninggalkan istri, dan istri akan cenderung melampiaskan dengan menangis.

Ini yang dimaksud sebagai banjir emosi. Suatu suasana dimana suami dan istri sangat mudah untuk bersikap emosional, bahkan untuk hal-hal yang remeh dan sepele sekalipun. Dalam semua titik interaksi mereka, sangat mudah menyulut kemarahan dan emosi. Kondisi ini akan membuat pasangan suami istri masuk kawasan bencana pernikahan yang kian membahayakan.

Sumbu pendek, mungkin itu istilah lainnya. Suami dan istri mudah meledak emosinya, hanya untuk hal-hal sederhana. Padahal sangat banyak hal-hal sangat penting dan besar yang bisa mengikat mereka berdua, namun mudah terburai oleh emosi sesaat yang meledak-ledak.

Banjir emosi ini harus dicegah dan diatasi oleh suami dan istri. Regulasi emosi, kontrol diri, manajemen hati, forgiveness, itu yang harus miliki untuk menghindari situasi banjir emosi yang mampu merusak semua kebaikan dan kebahagiaan bersama pasangan.

4. Bahasa Tubuh Tidak Bersahabat

Pasangan suami istri yang telah terbanjiri oleh emosi, akan terkonfirmasi dan tampak dalam bahasa tubuh mereka setiap kali bertemu. Berpaling. membuang wajah, detak jantung lebih cepat, nafas tersengal-sengal, wajah memerah, gigi gemertak, dan lain sebagainya.

Jika bahasa tubuh sudah mulai menyatakan sikap tidak bersahabat seperti itu, akan membuat pasangan semakin tidak nyaman untuk mendekat. Mereka akan mulai cenderung menjauh secara fisik.

Suami dan istri mulai memilih berkegiatan sendiri- sendiri, makan sendiri-sendiri, tidur sendiri-sendiri, tidak ada lagi ciuman, pelukan, belaian dan bentuk kasih sayang lainnya. Hubungan seks juga mulai terganggui karena suasana kejiwaan yang sedang tidak nyaman di antara mereka.

Jika suasana seperti ini sudah terbangun, bencana pernikahan memasuki level yang semakin membahayakan. Suami dan istri akan merasa lebih nyaman dalam kesendirian, tidak bersama pasangan. Karena setiap bertemu pasangan justru membuat suasana tidak nyaman.

Bahasa tubuh yang tidak bersahabat adalah konsekuensi dari banjir emosi yang terjadi pada mereka berdua. Suasana emosional itulah yang membawa dampak langsung terhadap buruknya bahasa tubuh. Gerak gerik, gestur, raut wajah, semua mengonfirmasi adanya banjir emosi yang sedang terjadi, Akibatnya, muncullah ketidaknyamanan untuk berdekatan dengan pasangan

Halaman:

Editor: Abub M Basit


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah